Posted by: gkikarangsaru | April 15, 2014

Selalu Ada Jalan


“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang…”

(Amsal 32:18)

Bersamaan dengan krisis ekonomi 1998, Mamah yang semula bekerja, terpaksa harus berhenti bekerja untuk membantu Emak merawat Engkong yang sakit stroke. Akibatnya, semua beban tertumpu pada Papah, dari biaya sekolah, biaya kebutuhan rumah tangga, sampai pada biaya pengobatan Engkong. Tentunya hal ini membuat kondisi ekonomi keluarga kami menjadi berat. Karena itu, untuk dapat bersekolah, saya dan adik saya sangat bergantung dengan beasiswa.

Di akhir masa SMA, saya dihadapkan pada sebuah pergumulan : bekerja atau kuliah. Saya tahu, bahwa orang tua saya tidak mampu membiayai saya kuliah dari penghasilan mereka. Hal ini sudah mereka bicarakan beberapa kali dengan saya, tapi saya masih berharap sekiranya Tuhan punya jalan lain agar saya dapat kuliah. Tetapi kalaupun tidak, apa boleh buat, saya harus belajar untuk rela menerima keadaan ini.

Papah saya bilang, pilihan untuk saya : kuliah sambil kerja, kuliah dengan beasiswa, atau kerja dulu beberapa waktu, baru kuliah. Saya bingung. Saya ingin sekali kuliah, meraih impian saya yang sudah saya pergumulkan sejak SMP. Tapi mimpi saya rasanya sulit terwujud. Mana ada orang yang mau memberi beasiswa penuh untuk studi. Jadi, saya hanya bisa berdoa, Tuhan, jikalau apa yang kucita-citakan menjadi guru fisika itu seturut dengan kehendakMu, tolong bukakanlah jalan dan cukupkanlah segala sesuatunya sampai akhir.

Seiring berjalannya waktu dan di tengah banjir promosi kampus-kampus, saya tidak berani mendaftar ke mana pun, karena saya tahu bahwa saya mungkin saja tidak bisa melanjutkan kuliah. Tapi ada dorongan kuat di hati untuk mengambil kuliah di Jurusan Pendidikan Fisika UKSW. Akhirnya saya mendaftar ke UKSW saja dengan penuh kemantapan hati. Saya tidak mencoba mendaftar ke kampus lain karena memang tidak ada biaya dan kesempatan untuk coba-coba. Bisa kuliah saja sudah bersyukur.

Doa saya ternyata didengar Tuhan ! Di dalam anugerah Tuhan, Tuhan mengirimkan orang-orang baik untuk membiayai kuliah dan segala kebutuhan saya selama kuliah. Setiap bulan, saya mendapat bantuan dari mereka untuk hidup dan sekolah sampai saya lulus. Saya bisa kuliah sampai lulus sungguh karena pemeliharaan Tuhan lewat orang-orang tersebut. Saya tidak menyangka, Tuhan bisa menggerakkan orang-orang itu untuk membantu kami.

Yang paling membuat saya terheran-heran adalah siapa yang Tuhan kirim untuk membiaya studi saya. Ternyata orang baik itu adalah teman masa kecil Papah saya, orang yang tidak pernah mau disebutkan identitasnya dan hanya menyalurkan bantuannya lewat orang lain kepada kami. Awalnya kami mengira orang yang menyalurkannya pada kami itulah yang membantu kami selama ini. Kami tidak pernah tahu siapa beliau karena beliau wanti-wanti untuk tidak memberitahu kami siapa dirinya.

Sebenarnya, di tengah studi, saya pernah bertemu beliau dalam suatu retreat. Waktu itu saya heran, kok ada orang yang tidak saya kenal bertanya soal Papah dan keluarga saya dengan penuh perhatian, sekan-akan dia pernah mengenal orang tua saya. Ternyata beliaulah orangnya ! Ketika akhirnya kami tahu siapa beliau, yaitu setelah saya lulus ( itupun karena kami mendesak orang yang menyalurkan bantuan beliau ke kami ), kami tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kok ada orang yang sudah puluhan tahun tidak bertemu, bisa tahu kesulitan teman masa kecilnya dan bersedia membantu dengan sukarela, bahkan merahasiakan identitasnya? Kalau bukan Tuhan yang melakukan, itu tidak mungkin terjadi !

Saya sering melihat orang tua saya berdoa, memohon Tuhan menolong kami menghadapi masa-masa sulit itu. Mereka berpesan berulang kali untuk selalu mengandalkan Tuhan, berserah pada Tuhan, dan tidak boleh meninggalkan Tuhan Yesus seberat apapun hidup. Saya melihat Papah saya bekerja keras dari pagi sampai malam. Saya melihat Mamah saya bangun subuh-subuh mengerjakan tugas rumah tangga, merawat orang tuanya, merawat kami, dan masih membantu Papah berjualan di warung kecil di rumah. Saya pernah protes kepadaTuhan, kenapa kami harus mengalami semua ini. Jujur, kami terkadang iri juga melihat teman-teman yang hidupnya terlihat lebih baik daripada kami. Tapi pada akhirnya, Tuhan membuat segala sesuatunya indah!

Selama studi, banyak hal yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya untuk membentuk kepribadian dan mempersiapkan saya memasuki ladang Tuhan. Saya harus belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, belajar mandiri karena hidup terpisah beberapa waktu dari orang tua, belajar menghargai setiap kesempatan yang Tuhan berikan, belajar mengendalikan diri, belajar melayani Tuhan sepenuh hati, belajar taat, belajar mengajar fisika dengan pembelajaran aktif, belajar mengasihi murid-murid dan rekan kerja seperti Tuhan mengasihi mereka, belajar menjadi kakak yang bertanggung jawab, belajar berorganisasi, belajar berdoa. Sungguh tidak mudah, tapi sangat berharga!

Di akhir kuliah saya dan adik saya, Tuhan memberi anugerah luar biasa. Kami lulus dengan predikat cumlaude. Semua ini karena Tuhan dan untuk Tuhan. Bagi saya, ini juga merupakan hadiah pertama saya untuk Papah dan Mamah, juga bagi sahabat – sahabat mereka yang mendukung kami selama ini. Di lembar ucapan terima kasih pada skripsi saya, saya menuliskan satu per satu nama orang-orang yang telah membantu kami dalam pergumulan ini. Saya menghabiskan berlembar – lembar halaman dengan cucuran air mata syukur karena dengan melakukannya, saya mengingat kembali dan melihat betapa besar dan ajaib karya Tuhan dalam episode-episode hidup saya. Dan sekaligus meyakinkan saya bahwa Tuhan sungguh menjawab doa saya beberapa tahun lalu. Tuhan mencukupkan segalanya sampai saya selesai studi bahkan menganugerahkan penghargaan cumlaude yang sebenarnya jauh dari dugaan saya dengan caraNya yang ajaib. Puji Tuhan! Tuhan memang sungguh hanya sejauh doa!

 oleh : Debora Natalia S

 

 


Categories